Wednesday, October 8, 2014

DUDU

DUDU - DARI UNTUK DENGAN UCAPAN



D: Me
U: SMK
DU: Kapan-kapan nebeng lagi ya, 
hujan-hujanan, bikin sepatu gue basah lagi hehe  

D: Snada
U: Vegas
DU: maunya yang jelas-jelas aja:-)

D:-
U:Virgy
DU: Say hello bisa kali:-)

D: Penghapus
U: Ibnu
DU: Gue attract ke lo masa.

D: Gue
U: ARA
DU: Semangat ya UN nya<3

D: Mrs. R
U: All of you
DU: Jadikanlah dirimu sebagai berkat.

D: Bendahara 1
U: Bendahara 2
DU: Jangan lupa bayar dan tagihin uang kasnyaa

D: Boyot
U: Boyot
DU: Love you girls<3

D: Demigod
U: Kamu
DU: Aku anak dewi Aphrodite. Kamu?

D: Kura-kura
U: Ehem-ehem
DU: Liburnya banyakin :p kelasnya tambah alay loh

D: Clara Mega Sarasky
U: Nindita Inayah
DU: KITA HARUS NONTON TFIOS!!

D: Someone
U: gitakrisnada
DU: Makin setia dalam melayani :D

D: -
U: 35 IPA 2
DU: Bener gak sih yg di chat waktu itu? Takut cuma bercanda:-(

D: XI IPA 2, 18
U: Prilly, dinda, sarah, intan.
DU: Keep being my best who always support me;) thanks all. Lafyou~

D: IPS
U: IPA
DU: jangan bikin distance lagi dong

D: 0
U: MMD
DU: tlg kalau gaksuka blg, Jgn fitnah.

D: C2
U: O32
DU: Semangat baksosnya yaaa, loveyouchan<3

D: no name
U: depannya I belakangnya mam
DU: makin rajin shalatnya makin ganteng, semangat terus ya belajarnya!!

D: hamba Allah
U: muslimah shalihah
DU: Mari gunakan kerudung sesuai syari'at agar kita kembali bertemu di surga Allah O:)

D: 2324
U: Cowok berbadan polisi di X IIS 1
DU: Salam kenal, mukanya jgn jutek dong.

D: teddy bear
U: teddy bear
DU: hai teddy bear :3

D: Nabil
U: Nindi
DU: Loveyouu teddy bear

D: Penggemar rahasia
U: Ado&Dicky
DU: Hai kamu ganteng deeh... #boongin

D: someone
U: gitakrisnada
DU: semangat guyss dalam pelayanannya :D

D: Pinguin
U: Flappy bird
DU: Gue bete sama lo!

D: Esekabeide deua
U : OSIS 32
DU: guys... tetep kompak, jalanin proker yang tinggal dikit lagi. Dikit lagi sertijab SIS.

D: she
U: 26
DU:GUE GAK NGERTI KAPAN LO BECANDA DAN SERIUS. Thanks for all :"

D : WF
U : MF xi ia 1
DU : ga kerasa 1taun suka sama kamu :)

D : V
U : TWEW32
DU : TWEW...TWEW...TWEW...!

D: 62
U: 39
DU: 1523

D : Claraf
U : GRADIEND 19
DU : SUBHANALLAH INDAH BANGET MASA MASA SAMA KALIAN. xxxgradiend19

D: 14
U: The Faithful Box
DU: Aku cinta kalian semua karena Allah<33

D: Penerbit Buku
U: Tempat Les
DU: ilysm 😘 ({})

D:  
δΊŒγ‘γ‚ƒγ‚“
U: クラけゃん
DU: pinjem blissnyaa!!!

D : cewek
U : Rama[dhani] ia 2
DU : 143 X.O.X.O

D: Someone 
U: Fahriza
DU: Kok imut sih? Embul-embul gimanaa gitu:3

D: Kakak kelas lo
U: Vanny
DU: De, jangan lebay lo.

D: X IPS 3
U: Ade X IPS 3
DU: Manis amat si:-)

D: Gue
U: Sashi
DU: Cie tanggal 20 dapet 2

D: Someone
U: X IPS 3
DU: EH! Bedak lo tebel banget!

D: A
U: Z
DU: Kenape lo?

D: anak X IIS
U: XII - IPA - 2
DU: Senyumnya manis amat kak:-)

D: Aqis
U: Amel
DU: Ampun mak.

D: Amel
U: Aqis
DU: Berani lo sama gue ha? Puck :/

D: Ketua
U: Wakil
DU: Yang di depan ganteng tuh!

D: Amel
U: Azka
DU: Gak jadi nangis sama gue? *nunjuk bahu~

D: Someone
U: Partner gue
DU: Gaya rambut lo keren

D: Marchi
U: Typops 62
DU: Aku sayang kalian, muah.

D: Marcel
U: Marchi
DU: Chi ayo futsal chi

D: Sashi
U: Bery
DU: BEE!

D: IA
U: Sashi
DU: Jangan rebut bery gue woy haha

D: Marchi
U: Marcel
DU: Ayo jadiin cel

D: Ane
U: Arab XII IPS 2
DU: Cantik bangat sih kamu

D: Adek kelas
U: 8
DU: Kita. UGM. Masa depan. Aamiin.

D: 222
U: Salah 1 anak 10 IPA 1

DU: Peka wlee...

CRUSH

Crush

I though it just a crush but then I realized its more than a crush, because I think I love him.
* * *
Aku ingat hari itu merupakan hari pertama penerimaan murid baru. Kami memakai baju aneh dengan kunciran rambut yang sesuai dengan jumlah nama kami. Saat itu aku menguncir rambutku sebanyak sepuluh kunciran. Kaus kaki panjang sebelah dengan warna yang berbeda juga tas dari karung goni, khas sekali dengan MOS.
            Aku berdiri di barisan ke tiga karena yah, tubuhku yang tidak terlalu tinggi. Dan saat itu dia membuka apel sebagai ketua osis. Suaranya benar-benar berwibawa dengan aura yang membuat semua mata tak dapat berpaling darinya. Dari sana aku tau namanya Muhammad Gio Ramadhan dan dia kelas 11 IPA 1. Sebuah fakta sederhana yang selalu kuingat.
            Kemudian setelah itu kami masuk ke kelas dan kakak osis memberikan informasi bahwa kami harus meminta tanda tangan dari seluruh anggota osis dan memberikan surat cinta ke salah satu anggota osis. Mendengar itu aku senang sekaligus malu. Ah, tapi kan pasti tak akan dibaca. Jadi setelah pulang sekolah aku langsung membeli kertas berwarna merah muda yang kuhias dengan ornamen manis khas orang jatuh cinta. Bahkan aku membuat amplop untuk surat cintaku. Belum puas aku kemudian menyemprotkan minyak wangiku. Tidak, wanginya tidak menyengat kok malah cenderung manis.
            Selesai dan di atasnya aku tulis nama kak Gio lengkap dengan kelasnya. Saat itu yang aku tau, aku hanya akan menulis.
* * *
Hari berganti, ini merupakan hari kedua MOS dan kami disibukkan dengan mengejar anggota osis. Menyebalkan memang, aku bahkan berniat untuk tidak ikutan dan malah kabur ke kantin. Tapi sialnya temanku malah menarikku.
            Tapi aku rasa aku harus bersyukur karena kami bertemu kak Gio. Sasha langsung meminta tanda tangan kak Gio. Demi apa pun kak Gio sangat baik, dia tersenyum dan langsung membubukkan tanda tangannya dibuku kami. Dan dia berterima kasih lalu memberi semangat pada kami. Astaga, kuulangi kak Gio memberi semangat kepadaku -dan Sasha-. Sasha sudah berjingkrakan tak karuan, sedangkan aku hanya menatap tak percaya kearah bukuku. Astaga, ini benar-benar terjadi.
* * *
Hari ketiga sekaligus penutupan MOS. Hari ini ada parade ekskul dan buku kami sudah dikumpulkan. Aku sih tak perduli dengan tanda tangan itu, selama aku mendapatkan tanda tangan kak Gio semuanya sudah cukup. Nanti rencananya aku ingin memotong dan memajangnya di dinding tempat tidurku. Aku tadinya masih tertawa dengan temanku dan memperhatikan parade dengan senang, apalagi beberapa kali kak Gio tampil.
            “Baik, selanjutnya kita bakal bacain surat terbaik dari cewe dan cowo,” kata-kata kak Rama langsung membuatku melongo. Saat itu yang ada didalam pikiranku adalah berdoa agar suratku tak menang. Tapi sepertinya doaku tak terkabul karena kak Rama memanggil namaku. Saat itu aku tak ingin maju tapi temanku langsung mendorongku sehingga aku maju ke depan.
            “Nah, ini dia. Coba perkenalin diri lo dulu,” kata kak Rama.
            “Em, saya Kayla Putri dari kelompok Duren,” dan teman-temanku langsung bersorak heboh.
            Kak Rama mengangguk, “Nah jadi Kayla ini ngasih surat ke Gio. Woy! Sini lo!”
            Aku hampir tertawa saat melihat kak Rama yang dengan anarkisnya menarik kak Gio yang tampaknya sudah pasrah. Kak Gio membawa kantung kertas dan surat milikku. Astaga aku benar-benar malu. Kak Gio memberikan keduanya padaku dan aku bergumam terima kasih, aku bahkan tak yakin suaraku akan terdengar. Rasanya suaraku terdengar seperti cicitan tikus.
            “Nah pasti lo semua penasaran kan sama isi suratnya? Jadi kita persilakan Kayla buat membaca suratnya,” aku benar-benar ingin diriku tertelan bumi saja saat itu.
            “Serius? Boleh kalau gak dibaca?” tanyaku berharap dan kak Rama langsung tersenyum dan menggeleng. “Gak boleh.”
            “Yah Kayla malu nih, kasih dukungan dong! Baca! Baca! Baca!” kata kak Rama. Ugh, benar deh aku ingin menutup mulut kak Rama. Dan bisa-bisanya kak Gio bersikap tenang begitu.
            “Nah baca oke? Nih micnya,” setelah itu kak Rama kabur, kenapa gak dari tadi ya?
            “Um, hei kak apa kabar?” kataku dan itu memang isi suratnya. Kak Gio mengangguk dan bergumam baik.
            “Aku senang jika mendengar kabar kakak baik. Ingat saat kakak membubuhkan tanda tangan dibukuku dan tersenyum sambil memberikan semangat? Saat itu aku benar-benar bahagia.
            Tahu tidak saat itu jantungku berdetak seperti bermaraton ria. Aku kira aku bisa mati saat itu juga, tapi sepertinya aku tak rela karena yah, aku tak mau mati sebelum kakak tahu perasaanku.
            Terlalu cepat ya? Aku juga berfikir begitu, tapi bukankah tak ada yang pernah tau kapan cinta itu datang? Jadi aku memilih menulis surat ini, yah walau pun tak semua perasaanku tercurahkan disini. Satu hal yang harus kakak tahu, aku menyukai kakak sejak pertama kakak berdiri di podium itu. Kakak yang tengah berpidato sangat keren, tapi tidak kakak selalu terlihat keren di mataku.
            Aku jatuh cinta pada kakak semudah aku membalikkan telapak tangan. Aku tak meminta kakak membalasnya, aku hanya ingin kakak tau. Dan jangan paksa aku untuk melupakan rasa ini karena aku tak bisa.” aku menunduk, tak berani menatap mata kak Gio. Rasanya benar-benar malu. Penonton di belakangku berteriak dan memekik senang. Mereka tak tau seberapa malunya aku sih.
            Kemudian kak Gio meraih tanganku, membuatku mendongak.  “Makasih ya buat perasaan kamu ke saya, saya benar-benar menghargainya.”
            Bagai terhipnotis aku hanya mengangguk dan langsung berbalik kembali ke barisan. Speechless banget deh aku. Dan teman-temanku sibuk meledekku, benar-benar teman yang baik.
            Selanjutnya terasa menyenangkan dan gugup. Saat berpapasan dengannya aku hanya menunduk tapi saat dia tak melihat aku diam-diam menatapnya. Sialnya sepertinya kak Gio terlalu peka, karena tiap kali aku mencuri pandang ke arahnya dia selalu memergokiku dan tersenyum penuh arti. Bahkan saat dia sedang memakai sepatu di depan masjid sekolah kami dan aku berada di lantai tiga dia masih dapat saja memergokiku.
            Selalu seperti itu selama dua tahun. Dia naik ke kelas dua belas dan menjadi semakin sibuk. Sedangkan aku duduk dikelas sebelas dan tengah sibuk mengurus ekskulku. Aku masih sering melihatnya dan dia masih dapat memergokiku.
            Aku kira seiring berjalannya waktu perasaanku akan memudar tapi anehnya malah semakin kuat. Awalnya aku kira ini hanya sekedar perasaan kagum tapi makin lama aku malah semakin menyukainya.
            Aku selalu mengecek twitter juga blognya. Ada satu yang membuat dadaku sesak. Di blog milik kak Gio ada sebuah puisi yang benar-benar indah dan aku yakin itu untuk gadis yang disukainya. Jadi aku memilih untuk move on ketimbang memendam rada yang menyakiti diriku sendiri.
            “Lo kenapa Kay? Kok lesu gitu?” tanya Sasha ya selama dua tahun dan aku tetap satu kelas dengannya.
            “Gak apa-apa kok,” jawabku sambil menyeruput susu strawberi kesukaanku.
            “Oh iya minggu depan udah pensi perpisahan kelas dua belas aja ya? Terus lo mau diem aja Kay?” pertanyaan Sasha membuatku mengerut tak mengerti.
            “Emangnya harus ngapain?” tanyaku.
            Sasha bersedekap, kesal dengan tingkahku. “Lo mau diem aja gitu?”
            “Terus gue harus ngapain? Loncat-loncat sambil bilang suka gitu?” kataku sambil menatapnya.
            Sasha terbahak dan menggeleng, “Ya gak gitu juga, maksud gue lo gak mau nyatain perasaan lo gitu?”
            Aku menggeleng dan tersenyum, “Udah pernah.”
            Sasha langsung terdiam sambil mengangguk-angguk seakan tengah mengamati suatu kasus besar. “Baru sekali kan? Coba lagi aja, lo juga kan tau kayanya dia peka banget sama lo.”
            Aku terdiam, tidak juga sih. Maksudku, kak Gio memang peka jika ada yang melihat ke arahnya. Bukan hanya saat aku yang mencuri pandang kok, yah menurutku sih begitu.
            “Gak lah dia kan emang peka ke semua orang,” kataku kalem, terlalu takut berharap sebenarnya.
            “Yakin? Gak nyesel?” aku sendiri tak tau. Entah lah benar-benar tak mengerti.
            Aku tak mau menyesal nantinya, tapi aku tak mau mendengar kata penolakan. Ugh, kenapa harus serumit ini sih? Yang pasti aku tak mungkin menyatakan perasaanku untuk yang kedua kali, yah walau yang pertama itu karena terpaksa, tapi tetap saja. Ah ya, aku rasa lebih baik kubiarkan saja rasa ini, toh kak Gio juga sudah memiliki gadis yang ia suka. Satu fakta yang menohok dadaku.
* * *
Pensi perpisahan kelas dua belas dimulai dengan upacara pembukaan dari kepala sekolah tentang betapa bangganya beliau terhadap kelas dua belas tahun ini. Ya, tentu saja karena tahun ini sekolahku masih dapat bertahan dengan kelulusan 100%. Dan yang kudengar 80% mendapatkan PTN, benar-benar membanggakan. Hari ini kakak kelas dua belas terlihat cantik juga tampan, menurutku.
            Yang lelaki memakai pakaian resmi seperti jas sedangkan yang perempuan memakai kebaya dengan make up sederhana. Benar-benar pemandangan terakhir, mungkin. Tahun depan aku kelas dua belas dan mungkin ini hari terakhirku melihat wajah kak Gio. Dan lupakan soal move on itu, karena nyatanya itu terlalu sulit kulakukan. Move on itu sulit selama kau belum menemukan pengganti atau selama orang itu masih dalam jangkauan matamu. Benar tidak? Menurutku sih benar, sangat malah.
            Kak Gio kini tengah maju dan berpidato tentang betapa ia bangga bersekolah disini dan betapa ia bahagia karena angkatannya lulus 100%.
            “Dan saya rasa ini hari terakhir saya bisa seperti ini. Hari ini terakhir saya berdiri disini dengan membawa nama sekolah kita. Selama tiga tahun ini tentu banyak yang kita lewati. Ada masa dimana kita senang karena gebetan kita peka, bahagia karena akhirnya diterima atau pun galau karena diputusin. Tapi kita lewatin itu semua dan pada akhirnya kita dapetin harapan kita, yaitu mendapatkan PTN dengan jurusan yang kita inginkan. Dan terakhir selamat untuk kita semua!” kak Gio mengakhirinya sambil membungkuk dan tersenyum. Sial, senyum itu bahkan masih membuat dadaku berdegup begini, benar-benar tidak normal.
            Pengecut, benar-benar pengecut kau ini Kayla. Masa karena kau takut tak bisa move on malah tak mengucapkan selamat. Setidaknya, ucapkan kata selamat. Ya, aku harus melakukannya. Tapi mana kak Gio? Terakhir kulihat ia ada diantara kerumunan kelas dua belas dan sekarang dia menghilang. Salah satu kehebatan kak Gio itu menghilang secara tiba-tiba dan tak disadari. Aku sendiri bingung bagaimana dia melakukannya.
            Aku mendongak, dia ada disana. Berdiri dari lantai tiga dan menatap lurus ke arahku. Demi apa pun, waktu seolah berhenti. Dan disana hanya kak Gio yang kulihat. Aku bahkan tak mendengar hingar-bingar musik dan lainnya. Aku dapat melihat senyum penuh arti yang masih tak mengerti sampai saat ini itu dia tunjukkan. Tangannya bergerak seakan menyuruhku naik, anehnya tubuhku langsung bergerak begitu saja dan saat sadar aku sudah ada disisinya.
            “Apa kabar Kay?” tanyanya dan aku bahkan tak berani menatap matanya,
            “Baik kak,” benar-benar suara cicitan tikus. Aku sendiri tak heran jika ia terkekeh, mana Kayla yang sering berteriak dari lantai tiga untuk memanggil temannya atau pun Kayla yang meneriaki temannya di kantin.
            “Kayanya baru kemaren deh saya dapet surat dari kamu,” duh kenapa yang dibahas malah itu sih?
            “Hm, iya dan baru kemaren ngeliat kakak ngucapin selamat datang ke kami,” kataku. Obrolan yang terlalu kaku untuk pembicaraan tentang masa lalu.
            “Saya inget lho, pas kamu minta tanda tangan saya, eh temen kamu ya yang ngomong? Kamunya sih diem aja,” dan aku tertawa pelan karenanya.
            “Saya kira kamu emang pendiem, tapi ternyata enggak. Kamu petakilannya pake banget sih,” aku langsung menoleh. Kok kak Gio tau sih, kayanya kalau aku lagi petakilan cuma di kelas atau pas olahraga atau kalau isengku kumat. Tapi aku yakin deh kak Gio gak ada disana pas aku lagi petakilan, atau aku yang gak sadar ya?
            “Pasti bingung ya? Mungkin kamu gak sadar, tapi saya selalu merhatiin kamu lho. Bukannya mau sombong sih, cuma saya rasa kalau saya gak bilang sekarang saya bakal nyesel. Inget gak saat kamu daftar ulang?” tanya kak Gio dan aku ngangguk.
            “Saat itu kamu lari-larian karena temen kamu ngejar kamu. Kamu inget pernah nabrak orang kan?” aku berfikir sejenak dan mengangguk.
            Kak Gio tersenyum kemudian mengalihkan pandangannya ke arah koridor di lantai satu, “Itu saya lho. Kamu nabrak saya dan kamu yang tertawa, itu bikin saya apa ya, hm kagum? Dan saya lebih gak nyangka lagi saat kamu ngasih surat cinta ke saya.”
            Aku melongo, benar-benar kaget. Aku gak sadar dan bahkan gak inger kalau itu kak Gio karena menghindari amukan Prada. Ya ampun, terus tadi apa? Kak Gio kagum sama aku? Masa sih?
            “Waktu itu saya mikir kalau crush saya ngasih surat cinta dan itu nervous banget. Terus saya kira ini cuma crush, cuma rasa kagum yang akan hilang nantinya. Tapi saya salah, tiap saya liat kamu saya malah penasaran. Penasaran sama apa yang bikin kamu ketawa, apa yang bikin kamu seneng atau pun apa yang bikin kamu sedih. Dan saya selalu tau dimana keberadaan kamu atau pun saat kamu natap saya. Atau saya yang terlalu percaya diri ya?” kak Gio tertawa pelan, menertawai ucapannya sendiri. Dan aku ikut tertawa.
            “Saya kira karena kakak yang terlalu peka. Kakak benar kok, saya emang ngeliatin kakak. Maaf, kalau bikin kakak gak nyaman.” kataku menunduk tapi dia malah tersenyum.
            “Bukan gitu, saya malah senang. Karena ternyata bukan cuma saya yang sering curi pandang ke kamu. Saya selalu pura-pura lewat di samping kelas kamu atau pun keluar saat kamu ada jam olahraga. Saya pengen ngeliat kamu, tapi kayanya mulai besok udah susah ya. Saya udah gak sekolah disini,” kata kak Gio.
            Aku hanya tersenyum, benar-benar bahagia. “Saya suka sama kamu, mungkin lebih. Karena itu kamu mau nunggu saya?”
            Aku menatapnya tak percaya, ini benar-benar terjadi?
            “Nunggu?” tanyaku.
            Kak Gio mengangguk, “Iya. Saya cuma gak mau nyakitin kamu nantinya. Jadi saya mau kamu menunggu sampai saya mampu menjadi pria yang baik untuk kamu.”
            Tak ada perjanjian jika kami pacaran atau apa pun itu. Tapi aku tau apa yang harus aku lakukan. Menunggu. Ya, menunggu seperti yang kak Gio katakan. Dan aku pun ingin menjadi perempuan yang baik untuknya. Aku tak merasa ini sulit karen aku tau perasaanku terbalas dan aku tau kak Gio ingin menjagaku dari segala macam fitnah.


            Sekarang yang harus kupikirkan adalah bagaimana mendapatkan PTN yang sama dengannya?

Ketika Hujan Itu


banyak kenangan yang tlah kita lalui
menapaki malam meniti sepi
ketika itu kau seakan mutiara 
hadir dalam setiap hariku, 
kemilau bak hujan yang terkena sinar mentari

hujan datang membaca cerita
merangkai seribu satu kisah antara kita
ketika itu, kita miliki hujan
melangkah bersama meski rintiknya merenda bak tirai mutiara
banyak sudah jalan yang kita tapaki
perlahan, arah pasti telah kita temukan
hujan tak membuat kita tersesat

hujan menyejukkan hati
membawa imaji ini terbang ke arah nyata
menciptakan cahaya indah yang kita sebut cinta